Bagi warga Madura khususnya masyarakat Kabupaten Bangkalan, nama
Kecamatan Arosbaya sangatlah tidak asing. Hal ini karena Kecamatan Arosbaya
memiliki banyak cerita yang membuat orang antusias untuk mengetahuinya.
Kecamatan Arosbaya kerap disebut sebagai pusat perkembangan dan peradaban suku
Madura. Selain itu Kecamatan Arosbaya dikenal pula sebagai pusat penyebaran
agama Islam di seluruh pulau Madura.
Asal muasal nama Arosbaya berasal dari keberadaan Buju’ Resbejeh,
yakni asta keramat yang lokasinya berada di pemakaman umum Morouk di Kampung
Pandian, Kecamatan Arosbaya. Resbejeh sendiri merupakan dialek masyarakat
Madura untuk Mengucap nama Arosbaya. Konon makam tersebut di yakini merupakan
makam dari R. Abdul Wahid Trunokusmo. Beliau merupakan penyiar Islam yang
berasal dari Solo.
Pertama kali R. Abdul Wahid Trunokusumo langsung berziarah ke
sebuah makam seorang wanita. Lokasinya saat ini berada di sebelah barat Buju’
Resbejeh. Hingga sampai saat ini makam tersebut masih terpelihara dan tidak
diketahui identitasnya. Kemudian setelah R. Abdul Wahid Trunokusumo meninggal,
beliau di makamkan di Buju’ Resbejeh.
Konon raja setempat bernama
Gusteh Nyo’on pernah bermimpi bahwa di makam R. Abdul Wahid Trunokusumo
tersebut berpenghuni seekor buaya putih. Di buaya tersebut terdapat sebuah keris
yang terselip di pinggangnya (Dokumen.tips/documents/asal-usul-arosbaya.html).
Pada zaman kekuasaan Belanda, Arosbaya merupakan salah satu daerah
yang kemudian dibagi menjadi beberapa bagian oleh raja. Hal ini dilakukan oleh
Raja untuk memberikan hak milik kepada rakyatnya, karena pada masa pemerintahan
Belanda, masyarakat Arosbaya tidak mempunyai hak milik, mereka bertani hanya
sebagai buruh. Dari situlah raja membagi wilayah tersebut untuk masyarakat yang
beguna untuk memberikan tempat bertani kepada rakyatnya, sehingga masyarakat
dapat melakukan sendiri dan di akui sendiri hak milik atas pertaniannya.
Dari perpecahan wilayah tersebut muncul beberapa desa dari salah
satunya yaitu desa Mangkon. Sebenarnya Desa mangkon memiliki nama Desa Mangkon
dlemir akan tetapi beberapa waktu kemuduan Desa magkonDlemir terpecah menjadi
dua Desa yaitu Desa Mangkon dan Desa Dlemir, hal itu menjadi salah satu
lahirnya desa mangkon.
Desa Mangkon sendiri memiliki peninggalan-peninggalan bersejarah
yang Salah satu peninggalan bersejarah yang berhubungan dengan desa Mangkon
adalah Sumur Amo’ (Somor Santantoh).
Menurut para petuah di desa Mangkon mengenai sejarah Sumur Amo’ bahwa dahulu Sumur
Amo’ ini tercipta dari tongkat Ratoh Ebu yang ditancapkan ke tanah kemudian
kerluarlah air yang sekarang menjadi Sumur Amo’. Sebelum menancapkan tongkat di
desa Mangkon tersebut, Ratoh Ebu kehilangan perhiasannya berupa anting yang
jatuh ditanah desa Mangkon. Kemudian untuk menemukan anting tersebut, Ratoh Ebu
akhirnya menggunakan tongkat untuk mencari anting tersebut didalam tanah. Kemudian
lama-kelamaan ketika Ratoh Ebu tersebut telah banyak menancapkan tongkat,
keluarlah air dari dalam tanah tersebut. Sehingga air Sumur Amo’ tidak akan
pernah habis meskipun telah sering digunakan oleh masyarakat sekitar. Sumur
Amo’ masih berhubungan dengan cerita Ratoh Ebu di Kecamatan Arosbaya (Hamida).
Selain sumur amo’ yang menjadi peningglan bersejarah di Desa
Mangkon konon katanya jika ada masyarakat yang menggali tanah untuk keperluan
tertentu maka masyarakat yang menggali tanah tersebut akan menemukan sebuah
batu bata yang keluar dari tanah yang digali tersebut (ucap bapak kades). Sampai
saat ini masyarakat mempercayai bahwa hal tersebut memiliki asal-usul yang
berhubungan dengan Ratoh Ebu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar